Sunday, January 6, 2013

Potensi Pengembangan Wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah


ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH DAN SEKTOR POTENSIAL GUNA MENDORONG PEMBANGUNAN DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH
1Hendra Putra Tambunan      2081203033            3Teknologi Hasil Hutan           4Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi dilaksanakan secara terpadu, selaras, seimbang dan berkelanjutan dan diarahkan agar pembangunan yang berlangsung merupakan kesatuan pembangunan nasional. Sehingga dalam mewujudkan pembangunan ekonomi nasional perlu adanya pembangunan ekonomi daerah yang pada akhimya mampu mengurangi ketimpangan antar daerah dan mampu mewujudkan kemakmuran yang adil dan merata antar daerah.
Pertumbuhan kawasan andalan diharapkan dapat meinberikan impas positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah sekitar atau daerah dibelakangnya (hinterland), melalui pembudayaan sektor atau subsektor basis sebagai penggerak perekonomian daerah dan keterkaitan ekonomi antar daerah. Tujuan utama dari kawasan andalan adalah mempercepat pembangunan.
Kabupaten Tapanuli Tengah dengan Ibukota Pandan yang merupakan objek yang dianalisis ini berdasarkan letaknya memiliki lokasi yang strategis. Kota Pandan terletak pada lokasi pertengahan dimana batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut ; sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Tapanuli Utara (Tarutung), sebelah Selatan berbatasan dengan Tapanuli Selatan (Padang Sidempuan), sebelah Barat berbatasan dengan pantai barat Sumatera, dan sebelah timur berbatasan dengan Bukit Barisan. Letak geografis yang seperti ini yang membuat Tapanuli Tengah menjadi wilayah yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Kondisi ini memungkinkan kota pandan memiliki keuntungan sebagai berikut
Secara umum lapangan usaha yang dominan di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah Pertanian, jasa dan industri pengolahan. Masyarakat petani terdiri atas nelayan, petani yang menanam padi, hortikultura dan ternak serta perkebunan rakyat. Lapangan usaha jasa yang dominan merupakan aktifitas perdagangan komoditi unggulan hasil pertanian dan produk kerajinan / industri rumah tangga, disamping jasa lainnya seperti pengangkutan, komunikasi dan perbankan / lembaga keuangan. Industri pengolahan meliputi industri yang berbasis hasil perikanan tangkap dan perkebunan.
Potensi Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Tapanuli Tengah sangat melimpah yang meliputi produksi perikanan tangkap dan budidaya. Potensi perikanan yang ada didukung oleh keadaan alam yang mendukung di sepanjang pantai barat sumatera yang juga berbatasan langsung dengan Samudera Hindia membuat potensi ikan di kawasan Tapanuli Tengah sangat melimpah. Di samping itu sektor Pariwisata di Kabupaten Tapanuli Tengah juga menjadi merupakan suatu peluang untuk dapat dikembangkan, namun demikian potensi yang ada tidak sejalan dengan sistem pengelolaan yang baik dari dinas terkait yang menyebabkan kondisi pariwisata di wilayah  Kabupaten Tapanuli Tengah cenderung pasif.

II. Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas terlihat bahwa Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki potensi terbesar di sektor Pertanian dan Perikanan serta Pariwisata yang sangat potensial untuk dikembangkan. Maka dari itu kabupaten Tapanuli Tengah harus dapat memanfaatkan letak strategis guna mendorong pembangunan ekonominya. Namun disisi lain pembangunan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah masih tersendat beberapa masalah, diantaranya adalah penyebaran kawasan industri pengolahan di sektor perikanan yang kurang merata, sehingga perkembangan antar wilayah kurang cepat kemudian hasil laut juga kurang dimaksimalkan dari segi pengolahannya seperti ikan, rumput laut, karang dll yang belum ada suatu industri yang besar untuk menampung ide dalam pengolahannya agar menjadi suatu produk dan menjadikan bahan baku tersebut memiliki nilai tamah untuk dapat di distribusikan secara optimal.             Sektor pariwisata juga memiliki berbagai masalah dalam pengembangannya, potensi yang ada tidak didukung oleh akses yang baik menuju lokasi wisata, infrastruktur yang kurang memadai dan sedikitnya investor yang berani menanamkan modalnya untuk pembangunan ekowisata di kawasan Tapanuli Tengah.

III. Tujuan
1.      Menjadikan Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi sentra produksi di bidang kelautan dan perikanan di Provinsi Sumatera Utara yang mampu menciptakan industri pengolahan dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru.
2.      Menciptakan ide kreatif masyarakat untuk membangun industri rumah tangga yang mampu menciptakan produk olahan dari hasil-hasil laut yang dapat menjadikan produk tersebut bernilai tambah.
3.      Memaksimalkan potensi pariwisata di kawasan Tapanuli Tengah
4.      Mendorong Investor untuk berinvestasi di bidang Pariwisata Kabupaten Tapanuli Tengah.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Yang Digunakan Untuk Pengembangan Wilayah
 Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riel, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi  transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah. Menurut Sukirno (2002) pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.

Teori Basis Ekonomi
Teori basis ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun intemasional. Kelemahan model ini adalah didasarkan pada permintaan ekstemal bukan internal. Pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian, model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi (Arsyad, 1997)
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan nonbasis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut (Tarigan, 2005).
Dalam analisis teori basis ekonomi, Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dijadikan menjadi sektor basis di bidang perikanan karena aktivitas sektor tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan daerah tersebut. Sektor basis juga dapat dilihat dari permintaan barang dan jasa dimana aktivitas perikanan menjadi sektor yang potensial yang saat ini masih aktif dalam kegiatan ekspor ikan ke luar daerah.
Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk di ekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation) (Arsyad, 1999).

Teori Basis di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam sektor kelautan dan Perikanan secara jelas dapat dilihat dari rangkaian bagan dibawah ini ;
Di dalam & di luar daerah
(Ikan kering, ikan segar, kulit ikan, karang dan hasil ikutan lainnya)
Di distribusi ke (P.Sidempuan, Tarutung dan daerah-daerah di sekitarnya.
Sektor Kelautan dan Perikanan
                                                  Tingginya permintaan
                                                Barang & Jasa
(Sektor Basis)
Pertumbuhan Industri di bidang perikanan




Menciptakan tenaga kerja
                                                                                                                                                                                       

                Dari rangkaian bagan diatas dapat dilihat bahwa masih tingginya permintaan barang dan jasa di sektor kelautan dan perikanan di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah membuat kawasan ini menjadi areal basis yang sangat potensial untuk dikembangkan. Permintaan yang tinggi membuat perlu ditingkatkannya pembangunan Industri pengolahan di bidang perikanan yang kawasannya harus strategis yaitu di sekitar areal hasil tangkapan ikan tersebut. Untuk menciptakan kepuasan konsumen perlu ditingkatkan produk yang berkualitas, bukan hanya sekedar ekspor ikan ke suatu daerah. Nilai tambah suatu produk juga harus ditingkatkan, contohnya hasil laut seperti ikan dapat dijadikan ikan kaleng, sarden atau abon, pengolahan kulit ikan hiu langsung dalam pembuatan tas, dompet, ikat pinggang dan lain-lain sehingga tidak perlu untuk mengekspor kulit tersebut ke Negara lain, hasil lainnya seperti kerang, karang, kulit penyu untuk dijadikan cenderamata atau perhiasan juga akan dapat bernilai tambah jika terdapat suatu industri pengolahan yang tertata dengan baik. Maka dari itu, diperlukan suatu industri pengolahan yang dapat mengolah hasil kelautan dan perikanan dengan kreatif, sinergi dan berkelanjutan dengan mempekerjakan tenaga kerja lokal sehingga apabila sektor potensial tersebut dapat dikembangkan dengan baik tentunya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Teori Analisis Input-Output
            Prinsip dasar dari analisis input-output adalah mengindentifikasi dan mendisagresi semua aliran pengeluaran antara berbagai aktivitas ekonomi (sektor/industri), antar aktivitas ekonomi dan konsumen, antar aktivitas eekonomi dan penyedia input yang ada dalam struktur perdagangan perekonomian. Bertujuan untuk menentukan multiplier dan mengidentifikasi perekonomian secara menyeluruh dan mengetahui dampak perubahan permintaan akhir dari setiap aktivitas ekonomi terhadap perekonomian secara keseluruhan.
            Di Kabupaten Tapanuli Tengah terdapat sektor pariwisata dan Industri pengolahan ikan. Output yang dapat dipenuhi dari sektor pariwisata berupa jasa perjalanan, kapal pesiar/ speedboat, jasa penginapan dll sedangkan di sektor kelautan dan perikanan diperlukan pemenuhan kebutuhan berupa industri pengolahan ikan, kapal laut, pancing, jala ikan, sumber daya manusia yang handal dll. Pemenuhan kebutuhan akan Output dibidang pariwisata dapat diperoleh dari Investor yang akan berinvestasi (I) di kawasan wisata yang bersangkutan, Untuk output di  sektor perikanan  dapat dihasilkan dari Industri rumah tangga (C) yakni berupa ide-ide kreatif masyarakat di sekitar daerah perairan/pantai  untuk dapat mengolah hasil laut dengan kreatif dan berkualitas sebelum dilanjutkan untuk mengolahnya ke industri yang lebih besar lagi. Output sarana dan prasarana seperti kapal laut, jala, pembuatan balai pelelangan ikan, pancing dll perlu dipenuhi dalam memajukan sektor perikanan dapat diberikan oleh pemerintah (G), baik dari dinas pemerintah daerah setempat yang terkait dalam sektor tersebut. Pemerintahan dalam hal ini memberikan output kepada sektor tersebut dalam pembayaran pajak tidak langsung, surplus usaha, penyusutan dan impor (M). Analisis model dilakukan dalam kurun waktu tertentu (biasanya setahun) dimana akan selalu dapat identitas bahwa total input sama dengan total output. Analisis Input-Output di sektor kelautan dan perikanan serta sektor pariwisata dapat dilihat pada bagan di bawah ini ;
Output di Sektor Pariwisata
Investasi (I)
Kapal pesiar, speedboat, jasa penginanapan, dll
                                                                          
           

Industri rumah tangga (C)
Impor (M)
Pemerintah (G)
Output di Sektor kelautan dan perikanan
Industri pengolahan ikan, pancing, jala ikan, SDM, dll




Total Input =
Total Output





Teori Analisis Linkage
            Linkage artinya berupa garis semu yang menghubungkan antara elemen yang satu dengan yang lain, nodes yang satu dengan nodes yang lain, atau distrik yang satu dengan yang lain. Garis ini bisa berbentuk jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang berbentuk segaris dan sebagainya. Teori linkage melibatkan pengorganisasian garis penghubung yang menghubungkan bagian-bagian kota dan disain “spatial datum” dari garis bangunan kepada ruang. Spatial datum dapat berupa: site line, arah pergerakan, aksis, maupun tepian bangunan (building edge). Yang secara bersama-sama membentuk suatu sistem linkage dalam sebuah lingkungan spasial. Sebuah linkage perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang berbeda, terdapat 3 pendekatan linkage perkotaan:
  1. Linkage yang visual,
  2. Linkage yang struktural,
  3. Linkage bentuk yang kolektif.
1. Linkage Visual

Dalam linkage yang visual dua atau lebih fragmen kota dihubungkan menjadi satu kesatuan yang secara visual, mampu menyatukan daerah kota dalam berbagai skala. Pada dasarnya ada 2 pokok perbedaan antara linkage visual, yaitu:
  • Yang menghubungkan dua daerah secara netral,
  • Yang menghubungkan dua daerah, dengan mengutamakan satu daerah
Dalam pendekatan analisis yang dilakukan, teori linkage juga dapat dikembangkan  untuk membangun sektor-sektor potensial di Kabupaten Tapanuli Tengah. Kabupaten Ta[panuli Tengah merupakan sentra perikanan dan juga meupakan suatu kabupaten yang menjadi tujuan wisata yang biasanya disebut “negeri wisata sejuta pesona” dengan kekayaan alam yang melimpah dan sangat potensial. Maka dari itu, perlu adanya peningkatan sumber daya manusia agar potensi alam yang dimiliki oleh Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dimanfaatkan dengan bijaksana dan dikelola dengan baik agar tercapai suatu keberlanjutan yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat yang tinggal di Kabupaten Tapanuli Tengah.
            Dalam teori linkage analisis dilakukan dengan menghubungkan garis-garis, site line, arah pergerakan dan aksis. Kabupaten Tapanuli Tengah yang beribukota di Pandan dapat menjadi Generator pertumbuhan kota seperti fungsi industri/pabrik, pendidikan dll. Bila industri di sektor perikanan tumbuh dengan besar di kawasan ini akan men-generate kan pertumbuhan di sekitarnya seperti pertumbuhan retail, perkampungan menenggah ke bawah, fungsi pendidikan dll. Lingkage teori mengaris bawahi keterkaitan antara generator-generator kota tersebut. Dengan dijadikan Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi generator pertumbuhan kota dapat menjadikan kemajuan dalam pembangunan beberapa elemen kota, seperti adanya jalan, sebagai penghubung, koridor pejalan kaki, jajaran elemen landsekap berupa pohon ataupun elemen landsekap berupa pohon ataupun elemen vertikal ruang kota yang dominan (seperti jajaran bangunan tinggi). Analisis teori linkage dapat dilihat pada bagan di bawah ini ;
Perlunya Jalan (Akses)  penghubung / Jalan Lintas Sumatera yang baik menghubungkan padang sidempuan, tarutung menuju kab.Tap.Tengah dan sebaliknya.

 

Daerah Tujuan Wisata Bahari
Meningkatkan Pembangunan Industri dan Pembangunan
                                                                                                                                 
 




Sentra Perikanan

















Peta Kabupaten Tapanuli Tengah


“Semakin vital dan semakin luas layanan suatu fungsi kota, semakin kuat pula elemen penghubungnya Roger Trancik (1986).
“Linkage is simply the glue of the city”

Your File download link is:
http://www.fast-files.com/getfile.aspx?file=58678








Potensi Wisata Kuliner Kota Medan

Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. 
Medan merupakan kota terbesar ke-3 di Indonesia, Medan juga merupakan kota terbesar diluar Pulau Jawa. Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang, dan juga Danau Toba.

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai potensi wisata kuliner Kota Medan. Medan merupakan surga bagi para pecinta kuliner. Di Medan terdapat variasi makanan, mulai dari makanan tradisional, oriental sampai internasional. Karenanya citarasa makanan di Medan cuma dua rasa. Yaitu enak dan enak sekali,". kuliner yang terdapat di Kota Medan cukup membanggakan, seperti yang dimuat pada harian Andalas (http://harianandalas.com/Medan-Kita/Kuliner-Kota-Medan-Potensi-Wisata-yang-Membanggakan). 

Kuliner Kota Medan ini juga bisa dijadikan peluang investasi yang sangat menjanjikan. Dimana seperti kita ketahui bahwa salah satu kebutuhan manusia adalah makan, sehingga kita tidak perlu khawatir akan ketidaklancaran investasi pada bidang kuliner.

Berikut berbagai macam kuliner khas kota Medan:



Friday, January 4, 2013

Laporan Teknis


Analisis Valuasi Ekonomi Investasi
Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia
 
Oleh:
E. G. Togu Manurung
 






Forest Economist
Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC
OUT-PCE-I-806-96-00002-00



September 2001

Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC
OUT-PCE-I-806-96-00002-00


The NRM Program's Policy and Planning Group supports cross-cutting policy analysis and
institutional development and provides economic and quantitative policy analysis services to all
project components and partner organizations. Working with BAPPENAS and its provincial
government counterparts, NRM Policy and Planning Group works in three main subject areas:
spatial and land use planning; environmental economic valuation; economic analysis/impact
assessment. In addition, policy issues related to community-based resource management and land
use issues are supported in collaboration with the Forestry Management Group.
For more information about this report contact Tim Brown, Policy and Planning Advisor,
NRM Program Secretariat, Ratu Plaza Bldg., 17th fl.,
Jl. Jend. Sudirman 9, Jakarta 10270, Indonesia
Telephone: 62-21-720-9596
Fax: 62-21-720-4546
Email: secretariat@nrm.or.id



Daftar Isi
 
Daftar Isi............................................................................................................................... i
Daftar Gambar...................................................................................................................... iii
Daftar Singkatan.................................................................................................................... v
1. Pendahuluan ..................................................................................................................... 1
    1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
    1.2 Tujuan......................................................................................................................... 6
2. Metoda dan Pendekatan .................................................................................................... 7
3. Data ................................................................................................................................... 9
4. Asumsi-asumsi Dasar yang Digunakan dalam Studi ini .................................................. 13
5. Definisi Beberapa Istilah yang Digunakan........................................................................ 13
6. Analisis Investasi Perkebunan Kelapa Sawit ................................................................... 17
    6.1 Biaya dan Manfaat Bagi Perusahaan........................................................................... 17
    6.2 Analisis Finansial Investasi Perkebunan Kelapa Sawit............................................... 19
    6.3 Biaya Lingkungan dan Biaya Sosial ........................................................................... 21
    6.4 Analisis Valuasi Ekonomi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit .................................  25
    6.5 Analisis Pulang Pokok untuk suatu Kisaran Biaya-biaya Lingkungan
          dan Sosial ..................................................................................................................... 26
    6.6 Analisis Pulang Pokok untuk Nilai-nilai Penggunaan Lahan Alternatif...................... 27
7. Kesimpulan dan Rekomendasi............................................................................................ 31
    7.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 31
    7.2 Rekomendasi ................................................................................................................. 32
Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 33


Daftar Tabel

Tabel 1. Beberapa Contoh Biaya Lingkungan dan Biaya Sosial (US$/ha)....................... 21



Daftar Singkatan

B/C Ratio : Benefit-cost ratio
CPO : Crude Palm Oil (Minyak Sawit)
HGU : Hak Guna Usaha
HPH : Hak Pengusahaan Hutan
HPK : Hutan Produksi yang dapat Dikonversi
HTI : Hutan Tanaman Industri
IPK : Ijin Pemanfaatan Kayu
IRR : Internal Rate of Return
KPO : Inti Sawit
NPV : Net Present Value
PKS : Pabrik Kelapa Sawit
RTRWP : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
TBS : Tandan Buah Segar
TGHK : Tata Guna Hutan Kesepakatan


1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
    
    Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorongpemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Selama 14 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 2,35 juta ha, yaitu dari 606.780 ha pada tahun 1986 menjadi hampir 3 juta ha pada tahun 1999. Gambar 1 memperlihatkan perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun 1985-1999. Areal perkebunan kelapa sawit milik perusahaan swasta, mengalami pertumbuhan yang paling tinggi.

     Seiring dengan bertambahnya luas perkebunan kelapa sawit, total produksi minyak kelapa sawit Indonesia meningkat tajam, yaitu dari 1,71 juta ton pada tahun 1988 menjadi 5,38 juta ton pada tahun 1997. Pada tahun 1998, sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, produksi minyak sawit turun menjadi 5 juta ton. Namun demikian, pada tahun 1999 produksinya kembali meningkat menjadi 5,66 juta ton. Nilai ekspor minyak sawit tertinggi dicapai pada tahun 1997, yaitu sebesar US$ 1,4 milyar, kemudian turun menjadi US$ 745 juta pada tahun 1998.
Perkebunan Rakyat BUMN Swasta

      Berkembangnya sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif. Terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR-Bun dan dalam perijinan pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta. Pada tahun 1996, pemerintahan Suharto merencanakan untuk mengalahkan Malaysia sebagai eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan cara menambah luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dua kali lipat, yaitu menjadi 5,5 juta hektar pada tahun 2000. Separuh dari luasan perkebunan kelapa sawit ini dialokasikan untuk perusahaan perkebunan swasta asing. Pengembangan perkebunan kelapa sawit terutama akan dibangun di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Irian Jaya. Dengan pertambahan luas areal perkebunan kelapa sawit ini, pada awalnya (sebelum krisis ekonomi) diharapkan produksi minyak kelapa sawit Indonesia meningkat menjadi 7,2 juta ton pada tahun 2000 dan 10,6 juta ton pada tahun 2005 (Casson, 2000). 

         Pada areal hutan konversi (lihat Lampiran 1). Konversi hutan alam untuk pembangunanperkebunan kelapa sawit terus berlangsung sampai saat ini walaupun di Indonesia sesungguhnya sudah tersedia lahan kritis dan lahan terlantar dalam skala yang sangat luas (sekitar 30 juta hektar) sebagai akibat aktifitas pembukaan dan/atau eksploitasi hutan untuk berbagai keperluan (Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan, 2000). Para investor lebih suka untuk membangun perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan konversi karena berpotensi mendapatkan keuntungan besar berupa kayu IPK (Ijin Pemanfaatan Kayu) dari areal hutan alam yang dikonversi. Kayu IPK sangat dibutuhkan oleh industri perkayuan, terutama industri pulp dan kertas, karena produksi kayu yang berasal dari HPH semakin berkurang dari tahun ke tahun (lihat Lampiran 2). Sedangkan realisasi pembangunan hutan tanaman industri (HTI) sampai Januari 1999 hanya mencapai 22% dari target yang direncanakan (Ditjen Bina Pengusahaan Hutan, 1999).
 
       Sebagai akibatnya, kegiatan konversi hutan telah menjadi salah satu sumber perusakan hutan alam Indonesia, bahkan menjadi ancaman terhadap hilangnya kekayaan keanekaragaman hayati ekosistem hutan hujan tropis Indonesia. Di samping itu, karena motivasi utamanya untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan cepat dari kayu IPK, pelaksanaan konversi hutan alam untuk pengembangan areal perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan jutaan hektar areal hutan konversi berubah menjadi lahan terlantar berupa semak belukar dan/atau lahan kritis baru sedangkan di lain pihak realisasi pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan yang direncanakan (Kompas, 19 Mei 2000). Menurut mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Muslimin Nasution (2000), realisasi pembangunan perkebunan kelapa sawit hanya 16.1% dari total areal hutan konversi yang sudah ada SK pelepasannya. Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena dalam praktiknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada kawasan hutan konversi, melainkan juga merambah ke kawasan hutan produksi, bahkan di kawasan konservasi
yang memiliki ekosistem yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi (Manurung, 2000; Potter and Lee, 1998a). Sebagai contoh, di areal Taman Nasional Bukit Tigapuluh telah dibangun dua perkebunan kelapa sawit dengan luas masing-masing 8.000 ha dan 4.000 ha (Suara Pembaruan, 8 Juni 1998). Juga diberitakan pada kawasan hutan lindung Register 40 di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, paling sedikit 6000 ha telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit (Kompas, 31 Juli 2000). Selanjutnya, praktik konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Hal ini terjadi karena pada kegiatan pembersihan lahan (land clearing) untuk membangun perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan cara membakar agar cepat dan biayanya murah. Berbagai pemberitaan media massa dan hasil penelitian lapangan menyebutkan bahwa sebagian besar kejadian kebakaran hutan dan lahan berada di (berasal dari) lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit dan HTI. Penyebab utama kebakaran hutan tersebut diidentifikasi sebagai faktor kesengajaan oleh manusia (yang diperburuk oleh faktor alami, yaitu terjadinya musim kering yang panjang akibat El-
NiƱo). Pihak perusahaan secara sengaja melakukan pembakaran, atau perusahaan perkebunan “membayar” penduduk lokal untuk melakukan pembakaran dalam kegiatan pembukaan lahan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit dan/atau HTI. Disamping itu, kebakaran hutan juga dipicu oleh adanya konflik lahan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat setempat yang di antaranya menimbulkan ‘perang api’ antara pihak masyarakat dan perusahaan yang terlibat dalam konflik lahan (Manurung dan Mirwan, 1999; Potter dan Lee, 1998a). Pada saat terjadi bencana nasional kebakaran hutan tahun 1997 media massa nasional melaporkan bahwa dari 176 perusahaan yang dituduh melakukan pembakaran hutan dalam pembukaan lahan, 133 di antaranya adalah perusahaan perkebunan (Down to Earth, 1997). Oleh karena itu, pembangunan perkebunan kelapa sawit turut bertanggung jawab sebagai salah satu penyebab utama bencana kebakaran hutan dan lahan seluas 10 juta hektar pada tahun 1997/98. Total kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1997/98 diperkirakan mencapai US$ 9,3 milyar (Bappenas, 1999).

1.2 Tujuan
Tujuan studi analisis valuasi ekonomi investasi perkebunan kelapa sawit ini adalah:
1) Memeriksa kelayakan finansial dan kelayakan ekonomi investasi perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu alternatif pilihan penggunaan lahan.
2) Mengidentifikasi dan menilai asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam analisis ekonomi yang dilakukan.
3) Mengevaluasi proses dan dasar pengambilan keputusan investor swasta dalam melakukan investasi perkebunan kelapa sawit.
4) Membandingkannya dengan proses keputusan yang berdasarkan pertimbangan sosial, ekonomi dan lingkungan, yaitu dengan turut memperhitungkan (internalize) semua biaya yang terkait dalam investasi perkebunan kelapa sawit, termasuk biaya lingkungan dan biaya sosial.


2. Metoda dan Pendekatan
Analisis valuasi ekonomi investasi perkebunan kelapa sawit dilakukan melalui
pendekatan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi berbagai faktor dan peubah (variables) utama yang berpengaruh
terhadap investasi perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan data yang telah
dipublikasikan dan perkembangan pergerakan (trend) nilai suatu peubah dilakukan
pemeriksaan terhadap nilai-nilai serta kisaran nilai yang dapat diterima. Misalnya,
tingkat produksi tandan buah segar (TBS) pada berbagai kelas lahan (tingkat produksi
lahan: rendah, sedang, dan tinggi), berbagai harga masukan yang harus dibayar untuk
investasi tanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan pengolahan TBS menjadi
CPO dan KPO, harga hasil produksi (CPO dan KPO), berbagai dampak eksternal
(negatif) terhadap lingkungan, alternatif sumber pendapatan berdasarkan pilihan
penggunaan lahan, keanekaragaman hayati, dan nilai-nilai yang tidak dapat dihitung
(intangible values).
2) Mengembangkan perhitungan dalam suatu lembaran kerja (spreadsheet dengan
menggunakan Excel) sedemikian sehingga memungkinkan untuk melakukan
penyesuaian peubah-peubah secara fleksibel. Semua perhitungan nilai peubah biaya
dan manfaat proyek dilakukan dalam satuan per unit (per hektar). Hal ini
dimaksudkan untuk dapat memungkinkan perbandingan diantara kategori manfaat
dan biaya. Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai peubah indikator pembanding,
misalnya nilai kini bersih (NPV, net present value).
3) Mengdentifikasi kasus ‘dasar’ (‘base’ case) yang mendeskripsikan kondisi (situasi)
rata-rata proyek investasi perkebunan kelapa sawit perusahaan swasta.
4) Melakukan analisis fleksibilitas dan analisis pulang pokok (break-even analysis)
untuk melihat dimana keputusan investasi berubah dari “ya” ke “tidak”
5) Melakukan pemeriksaan terhadap berbagai dampak ekternalitas lingkungan (menilai
biaya lingkungan yang mungkin terjadi), dan nilai-nilai (dari suatu keberadaan
sumberdaya alam hutan) yang tidak dapat dihitung (intangible values).
8
6) Mengdentifikasi kisaran nilai dimana nilai-nilai eksternalitas lingkungan dan
intangibles menjadi penting dalam pengambilan keputusan.
7) Melakukan analisis perkiraan terhadap biaya potensial yang mungkin dapat terjadi
sebagai akibat kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit.
8) Membandingkan NPV yang dihasilkan dari alternatif penggunaan lahan lainnya
(misalnya agroforestry, pertanian subsisten, dan perkebunan karet hutan) dengan
NPV yang dihasilkan dari bisnis perkebunan kelapa sawit, dengan turut
memperhitungkan biaya lingkungan yang terjadi.